सिवक Lagi
12:25 AM | Author: buldanich
Salvadora persica

Salvadora persica

Siwak atau miswak berbentuk batang, diambil dari akar dan ranting segar tanaman arak (Salvadora persica) yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika dan berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Pohon Arak adalah pohon yang kecil, seperti belukar dengan batang yang bercabang-cabang, diameternya lebih dari 1 kaki, jika kulitnya dikelupas warnanya agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih, aromanya seperti seledri dan rasanya agak sedikit pedas.

siwak-organic tooth brush

organic tooth brush - siwak

miswak

Kaum muslimin menggunakan batang itu untuk menggosok gigi dan mengurut gusi sebelum wudhu atau shalat.

Nabi SAW. mengatakan pemakaian siwak sebagai sunnah, atau tindakan yang dianjurkan. Sebuah hadis berbunyi: “Siwak membersihkan gigi, dan ini menyenangkan Allah. Setiap kali Jibril mengunjungiku, dia menyuruhku menggunakan siwak, hingga aku pun khawatir bahwa menggunakan siwak diwajibkan. Seandainya tidak khawatir akan membebani (merepotkan) umatku, aku akan mewajibkannya.” (HR: Bukhori dan Muslim, Irwaul Golil No 70).

Hadits yang lain dari Abu Ayyub ra: “Ada empat hal yang termasuk dari sunnah para Rasul; Memakai minyak wangi, menikah, bersiwak dan malu.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Siwak memiliki beberapa faedah yang sangat besar, diantaranya yang paling besar adalah yang telah dianjurkan oleh hadits: “Siwak itu pembersih mulut dan diridhai Allah.” (HR. Ahmad)

Keutamaan shalat dengan memakai siwak itu, sebanding dengan 70 kali shalat dengan tidak memakai siwak. (HR. Ahmad)

Siwak bukan hanya bermanfaat secara spiritual, tetapi juga berguna untuk menjaga kesehatan. Para ilmuwan Amerika baru-baru ini menemukan efek menakjubkan siwak terhadap mulut: dalam satu kali penggunaan, siwak membunuh 80% bakteri. Siwak mencegah caries (gigi berlubang), menguatkan gusi, dan efeknya bertahan hingga hampir 48 jam. Tunisia dan negara-negara lainnya sudah mulai memproduksi pasta gigi berbahan dasar siwak.

Selain efek-efek higienis, siwak juga menstimulasi BAS (Biologically Active Spots = Titik Aktif Biologis) yang terletak di antara gigi dan gusi. Titik-titik ini mengatur enam organ (telinga, mata, hidung, lidah, dan oesophagus (saluran makanan dari mulut ke perut), tiga pasang cells (wedge shaped, rahang atas, ethmoid), sinus, sendi temporal rahang bawah, dan 28 saraf tulang belakang yang mengatur fungsi-fungsi secara praktis semua organ, otot, dans endi pada ekstremitas atas dan bawah.

Titik-titik yang sama mengatur fungsi sejumlah organ seperti empedu dan kantong empedu, liver, ginjal, perut, pancreas, limpa, paru-paru, jantung, usus besar dan usus kecil.

Terpijitnya BAS pada mulut oleh siwak akan meredakan rasa sakit dan menurunkan ketegangan otot-otot neurorefleks yang disebabkan oleh osteochondros (sejenis penyakit tulang). Penggunaan siwak secara teratur, selain mencegah penyakit, ia juga mengatur perkembangan 70 BAS dan membantu pikiran kita agar jernih. Dengan demikian, sebatang siwak yang digunakan dengan penuh keimanan dapat menggantikan peran dokter spesialis.

Kandungan Kimia Batang Kayu Siwak

Hasil penelitian oleh Al-Lafi dan Ababneh (1995) terhadap kayu siwak menunjukkan bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plaque, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi.

Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, seperti :

· Antibacterial acids, seperti astringents, abrasive dan detergents yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi dan menghentikan pendarahan pada gusi. Pada penggunaan siwak pertama kali, mungkin terasa pedas dan sedikit membakar, karena terdapat kandungan serupa mustard di dalamnya yang merupakan substansi antibacterial acids tersebut.

· Kandungan kimia seperti Klorida, Pottasium, Sodium Bicarbonate, Fluoride, Silika, Sulfur, Vitamin C, Trimethyl amine, Salvadorine, Tannins dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi.

· Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, menjadikan mulut menjadi harum dan menghilangkan bau tak sedap.

· Enzim yang mencegah pembentukan plaque yang menyebabkan radang gusi. Plaque juga merupakan penyebab utama tanggalnya gigi secara premature.

· Anti decay agent (Zat anti pembusukan), yang menurunkan jumlah bakteri di mulut dan mencegah proses pembusukan. Selain itu siwak juga turut merangsang produksi saliva (air liur) lebih, dimana saliva merupakan organik mulut yang melindungi dan membersihkan mulut.

Menurut laporan Lewis (1982), penelitian kimiawi terhadap tanaman ini telah dilakukan semenjak abad ke-19, dan ditemukan sejumlah besar klorida, fluor, trimetilamin dan resin. Kemudian dari hasil penelitian Farooqi dan Srivastava (1990) ditemukan silika, sulfur dan vitamin C. Kandungan kimia tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut dimana trimetilamin dan vitamin C membantu penyembuhan dan perbaikan jaringan gusi. Klorida bermanfaat untuk menghilangkan noda pada gigi, sedangkan silika dapat bereaksi sebagai penggosok. Kemudian keberadaan sulfur dikenal dengan rasa hangat dan baunya yang khas, adapun fluorida berguna bagi kesehatan gigi sebagai pencegah terjadinya karies dengan memperkuat lapisan email dan mengurangi larutnya terhadap asam yang dihasilkan oleh bakteri.

Penelitian lain dengan menjadikan bubuk siwak sebagai bahan tambahan pada pasta gigi dibandingkan dengan penggunaan pasta gigi tanpa campuran bubuk siwak menunjukkan bahwa prosentase hasil terbaik bagi kebersihan gigi secara sempurna adalah pasta gigi dengan butiran-butiran bubuk siwak, karena butiran-butioran tersebut mampu menjangkau sela-sela gigi secara sempurna dan mengeluarkan sisa-sisa makanan yang masih bersarang pada sela-sela gigi. Sehingga banyak perusahaan-perusahaan di dunia menyertakan bubuk siwak ke dalam produk pasta gigi mereka. WHO pun turut menjadikan siwak termasuk komoditas kesehatan yang perlu dipelihara dan dibudidayakan.


Waktu-waktu Disunnahkannya Bersiwak

Bersiwak disunnahkan di setiap saat, bahkan ketika berpuasa disepanjang harinya, dan menjadi sunnah muakadah pada waktu akan beribadah.

Adapun waktu-waktu yang disunnahkan secara muakkad untuk bersiwak diantaranya:

1) Setiap akan Berwudhu
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu”. (HR. Bukhori dan Muslim)

2) Setiap akan melakukan shalat
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”. (HR. Bukhori dan Muslim)

3) Setiap Bangun Tidur

“Adalah Rosululloh jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (HR. Bukhori)

Termasuk tanda kecintaan Nabi Shallallahu ‘aihi wa sallam kepada kebersihan dan ketidak sukaannya terhadap bau tidak enak, tatkala bangun dari tidur malam yang panjang, yang mana saat itu di mungkinkan bau mulut sudah berubah, maka beliau menggosok giginya dengan siwak untuk menghilangkan bau tidak sedap, dan untuk menambah semangat setelah bangun tidur, karena termasuk kelebihan siwak adalah menambah daya ingat dan semangat.

4) Setiap akan Masuk Rumah
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata: ”Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rosululloh jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. (HR. Muslim)

5) Ketika hendak membaca Al Qur’an

Dari Ali ra. berkata : “Rasulullah memerintahkan kami bersiwak. Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri sholat malaikat mendatanginya kemudian berdiri di belakangnya mendengar bacaan Al Qur’an dan ia mendekat. Maka ia terus mendengar dan mendekat sampai ia meletakkan mulutnya di atas mulut hamba itu, sehingga tidaklah dia membaca satu ayat pun kecuali berada di rongganya malaikat” (HR. Baihaqy)




Cara Penggunaan Siwak

Orang menggunakan siwak dalam bentuk batang atau stick kayu dengan cara:

1. Batang atau cabang siwak dipotong berukuran pensil dengan panjang 15-20 cm. Stick kayu siwak ini dapat dipersiapkan dari akar, tangkai, ranting, atau batang tanamannya. Stick dengan ukuran diameter 1 cm dapat digigit dengan mudah dan memberikan tekanan yang tidak merusak gusi apabila digunakan.

2. Kulit dari stick siwak ini dihilangkan atau dibuang hanya pada bagian ujung stick yang akan dipakai saja.

3. Siwak yang kering dapat merusak gusi, sebaiknya direndam dalam air segar selama 1 hari sebelum digunakan. Selain itu, air tersebut juga dapat digunakan untuk kumur-kumur.

4. Bagian ujung stick siwak yang sudah dihilangkan kulit luarnya digigit-gigit atau dikunyah-kunyah sampai berjumbai seperti berus.

5. Bagian siwak yang sudah seperti berus digosokkan pada gigi, dan bisa juga digunakan untuk membersihkan lidah.


penggunaan siwak


Cara Bersiwak


Cara bersiwak tidak ada ikhtilaf antara ulama, bahwa didalam kitab Syama’il Imam Tirmidzi, dalam hadist Rasul saw, bahwa Rasul saw. bersiwak dengan kayu arak, dan memulainya dari pertengahan, lalu ke arah kanan lalu ke kiri, demikian diulangi sebanyak 3 X.


Imam Ghazali rahimahullah melengkapi caranya, yaitu:


· meletakkan siwak di jajaran gigi tengah bagian atas,

· lalu mendorongnya ke arah kanan sampai ke ujungnya,

· lalu turunkan ke jajaran bawah kanan ujung,

· lalu mendorongnya kembali ke tengah jajaran bawah,

· lalu kembali naik ke tengah jajaran atas,

· lalu mendorongnya ke arah kiri sampai ujungnya,

· lalu turunkan ke jajaran bawah kiri ujung,

· dan mendorongnya lagi ke tengah di jajaran bawah.


Untuk mudahnya, anggaplah anda menulis angka delapan yang rebah. Demikian ini untuk perhitungan 1X, lalu mengulanginya sampai 3X. Inilah cara terbaik. Namun cara apapun juga sudah mendapatkan pahala sunnah.

Sulitkah? Jangan lupa, satu kali anda bertasbih kepada Allah dengan diawali siwak, maka dihitung 70X bertasbih. Shalat dengan diawali siwak, akan terhitung 70X shalat. Dua rakaat shalat tahajjud diawali dengan siwak, maka dihitung 140 rakaat tahajjud. Hebat bukan? Maha Suci Sang Maha Dermawan menempatkan curahan kedermawanannya pada segala hal.




Sumber Tulisan:

1. Abu Salma
2. Abu Shafa
3. Ahmad Aizatnur (Madrasah Said Hawwa Research Foundation)
4. Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa
5. Ibnu Zakaria
6. Magomed Magomedov, Ph.D. (dalam “Keajaiban Shalat Menurut ilmu Kesehatan Cina” oleh Lukman Hakim Saktiawan)
7. Wikipedia Indonesia
Asli Copy pasta dari web si empunya :http://amepadjari.multiply.com
Siwak Pertamaku
11:01 PM | Author: buldanich



A
lhamdulillah hari juma;at ini aku bisa melaksanakan kembali sholat jum'at berjamaah
di masjid Raya Baiturahman walaupun dengan kondisi badan yang sangat letih dan ngantuk
tetapi sebelum aku bergegas untuk mengabil air wudzu, seperti biasa ku melihat-lihat
orang-orang yang berjualan buku islami, parfum non alkohol dan berbagai macam accesoris
untuk orang muslim, pertama yang kulihat adalah parfum karena parfum kepunyaanku yang
bermerk "DUNHIL" tapi non alkohol hampir habis,tetapi tetap pandanganku tertuju pada akar atau
suatu batang yang di bungkus oleh plastik, tetapi karena adzan sudah berbunyi
akhirnya aku bergegas untuk mengambil air widzu dan berjalan menuju lantai atas atau
lantai dua dari masjid tersebut seoerti bias aku melaksanakan sholat sunat 2 rakaat
atau tahiyatul masjid, baru setelah itu kusandarkan punggungku ke dinding sembari
mendengarkan khutbah jum'at tanpa kusadari mata terpejam anatara tidur dan tidak tidur
setelah mengakhiri khutbahnya terdengar komat dan kami pun melaksanakan sholat jum'at
dua rakaat dengan alunan yang merdu imam membacakan surah alquran saking merdunya
mataku berat sekali hampir terjatuh rasanya badan ini, sungguh lama dan panjang ayat
alquran yang di bacakan imam, pada sholat jama'ah hari ini, dan hal tersebut pun di rasakan
oleh teman2 ku yang bisa melaksanakan sholat berjama'ah di masjid raya baiturahman.
Setelah sholat berjamaah selesai aku beserta rekan2 kerjaku turun untuk bergegas kembali
kekantor tetapi pandanganku tetap tertuju pada akar atau batang pohon (Siwak) yang
terbungkus plastik tersebut,akhirnya si penjual datang dan akupun menanyakan berapa harga
siwak tersebut karena ku penasaran sekali untuk mencobanya dengan harga Rp. 6000,- ku beli
siwak tersebut, berhubung parfumku bermerek"DUNHIL" telah habis aku memutuskan untuk membelinya
lagi tetapi karena Merk "DUNHIL" tersebut tidak ada penjual menawarkan merk lain yaitu "SILVER"
Sembari mengulas-ngulaskan ketanganku, ku coba dan ternyata tidak begitu menyengat bau wanginya
lalu kosodorkan 2 Rp.20.000,- dan penjual memberikan kembalian nya sebesar Rp.4000,-
sampai akhirnya aku mencari artikel mengenai Siwak dan kutemukan Artikel tersebut dari
website berikut:http://asysyariah.com
dan Alhamdulillah si empunya yang punya tulisan memperbolehkan saya untuk mengcopy-paste
tulisannya asalkan menuliskan sumber websitenya jazakumullahu khoiron katsiro
mudah2an bermanfat bagi yang menulis, membaca, mengamalkan dan menyebarkannya Amin Ya rabbal Alamin



Keutamaan Bersiwak
Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim Al-Atsari
Syariah, Seputar Hukum Islam, 28 - Februari - 2007, 06:11:35


Bersiwak (membersihkan mulut dengan kayu dari pohon araak) merupakan perbuatan yang sangat disukai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa waktu yang sangat dianjurkan oleh syariat untuk kita bersiwak. Bila kita mampu menjalankan ajaran Rasulullah ini Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya mulut kita yang menjadi bersih, namun pahala dan keridhaan Allah pun insya Allah bisa kita raih.

Kata siwak bukan lagi sesuatu yang asing di tengah sebagian kaum muslimin, meskipun sebagian orang awam tidak mengetahuinya disebabkan ketidaktahuan mereka tentang agama. Wallahul musta’an.
Pengertian siwak sendiri bisa kembali pada dua perkara:
Pertama, bermakna alat yaitu kayu/ranting yang digunakan untuk menggosok mulut guna membersihkannya dari kotoran. Asalnya adalah kayu dari pohon araak.
Kedua, bermakna fi’il atau perbuatan yaitu menggosok gigi dengan kayu siwak atau semisalnya untuk menghilangkan warna kuning yang menempel pada gigi dan menghilangkan kotoran, sehingga mulut menjadi bersih dan diperoleh pahala dengannya (Fathul Bari 1/462, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim 3/135, Subulus Salam 1/63, Taisirul ‘Allam Syarhu ‘Umdatil Ahkam, 1/62).
Dengan demikian, disenangi bersiwak dengan kayu siwak dari araak atau dengan apa saja yang bisa menghilangkan perubahan bau mulut, seperti membersihkan gigi dengan kain perca atau sikat gigi. (Nailul Authar, 1/154)
Namun tentunya bersiwak dengan menggunakan kayu siwak lebih utama. Karena, hal itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ditunjukkan dalam hadits-hadits yang berbicara tentang siwak.
Hukum bersiwak ini sunnah –tidak wajib– dalam seluruh keadaan, baik sebelum shalat ataupun selainnya. Dan ini merupakan pendapat yang rajih yang dipegangi oleh penulis. Ini juga merupakan pendapat jumhur ulama, menyelisihi sebagian ulama yang memandang wajibnya perkara ini. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu mengatakan: “Kami tidak mengetahui ada seorang pun yang berpendapat bersiwak itu wajib kecuali Ishaq dan Dawud Azh-Zhahiri.” (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak wa Sunnatul Wudhu).
Dalil tidak wajibnya bersiwak ini diisyaratkan dalam hadits:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ

“Seandainya aku tidak memberati umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.”
Al-Imam Asy-Syafi‘i rahimahullahu mengatakan: “Dalam hadits ini ada dalil bahwa siwak tidaklah wajib. Seseorang diberi pilihan (untuk melakukan atau meninggalkannya, pent.). Karena, jika hukumnya wajib niscaya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintahkan mereka, baik mereka merasa berat ataupun tidak.” (Al-Umm, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak).
Kekhawatiran memberatkan umatnya merupakan sebab yang mencegah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mewajibkan bersiwak ini. (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, 1/195)
Bersiwak merupakan ibadah yang tidak banyak membebani, sehingga sepatutnya seorang muslim bersemangat melakukannya dan tidak meninggalkannya. Di samping itu, banyak faedah yang didapatkan berupa kebersihan, kesehatan, menghilangkan aroma yang tak sedap, mewangikan mulut, memperoleh pahala dan mengikuti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Taisirul ‘Allam, 1/62)
Banyak sekali hadits yang berbicara tentang siwak sehingga Ibnul Mulaqqin rahimahullahu dalam Al-Badrul Munir mengatakan: “Telah disebutkan dalam masalah siwak lebih dari seratus hadits.” (Subulus Salam, 1/63)
Karena perkara bersiwak ini disenangi oleh Rasul kita yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pernah beliau tinggalkan sampai pun menjelang ajalnya, sementara kita diperintah dalam Al-Qur`an untuk menjadikan beliau sebagai qudwah, suri teladan, maka pembahasan tentang siwak tidak patut kita abaikan. Ditambah lagi, bersiwak ini termasuk sunnah wudhu dan termasuk thaharah yang kita dianjurkan untuk melakukannya. Semoga apa yang kami tuliskan ini menjadi ilmu yang bermanfaat dan mudah-mudahan dapat diamalkan oleh kita semua. Amin!

Kesenangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Bersiwak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam demikian senang bersiwak. Beliau tidak melupakannya sampai pun pada detik-detik menjelang beliau dijemput kembali ke sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. ‘Aisyah radhiyallahu 'anha mengabarkan:

دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنُ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا مُسْنِدَتُهُ إِلَى صَدْرِي، وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ، فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضَمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ، فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ: فِي الرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى -ثَلاَثًا- ثُمَّ قَضَى

‘Abdurrahman bin Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan dadaku menjadi tempat sandaran beliau. ‘Abdurrahman membawa siwak yang masih basah yang dipakainya untuk bersiwak. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat pandangan mata beliau, melihat siwak itu. Aku pun mengambil siwak tersebut lalu mematahkan ujungnya (dengan ujung gigi) serta memperbaikinya dan membersihkannya, kemudian aku berikan pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau kemudian bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak sebagus yang kulihat kali itu. Tidak berapa lama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari bersiwak, beliau mengangkat tangannya atau jarinya kemudian berkata: “Pada teman-teman yang tinggi (Ar-Rafiqil A‘la)1.” Lalu beliau pun wafat. (HR. Al-Bukhari no. 890, 4438)
Dalam satu lafadz, ‘Aisyah radhiyallahu 'anha mengatakan:

فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَعَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ. فَقُلْتُ: آخِذُهُ لَكَ؟ فَأَشَارَ بِرَأْسِهِ أَنْ نَعَمْ

Aku melihat beliau memandangi siwak tersebut dan aku tahu beliau menyukai bersiwak. Maka aku katakan: “Apakah aku boleh mengambilkannya untukmu?” Beliau mengisyaratkan “iya”, dengan kepala beliau (mengangguk untuk mengiyakan/sebagai persetujuan). (HR. Al-Bukhari no. 4449)2

Bersiwak Membersihkan Mulut dan Diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala
‘Aisyah radhiyallahu 'anha mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

السِّوَاكُ مُطَهَّرَةٌ لِلْفَمِ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“Siwak itu membersihkan mulut, diridhai oleh Ar-Rabb.” (HR. Ahmad, 6/47,62, 124, 238, An-Nasa`i no. 5 dan selainnya. Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya secara mu‘allaq. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan An-Nasa`i, Al-Misykat no. 381, Irwa`ul Ghalil no. 65)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma juga mengabarkan hal yang senada dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

عَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ فَإِنَّهُ مَطْيَبَةٌ لِلْفَمِ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى

“Seharusnya bagi kalian untuk bersiwak. Karena dengan bersiwak akan membaikkan (membersihkan) mulut, diridhai oleh Ar-Rabb tabaraka wa ta’ala.” (HR. Ahmad 2/109, lihat Ash-Shahihah no. 2517)

Waktu-waktu Disunnahkannya Bersiwak
Bersiwak adalah sunnah (mustahab) dalam seluruh waktu. Namun ada lima waktu yang lebih ditekankan bagi kita untuk melakukannya (Al-Minhaj 1/135, Al-Majmu‘ 1/328, Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/225). Waktu-waktu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Setiap akan shalat dan wudhu
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ

“Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Ahmad 2/400, Malik dalam Al-Muwaththa` no. 143 dengan Syarh Az-Zarqani. Disebutkan pula oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya secara mu‘allaq. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil no. 70)
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no. 887) dan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 588) juga mengeluarkan hadits di atas, hanya saja lafadz akhirnya adalah: مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ (setiap kali hendak mengerjakan shalat). Selengkapnya adalah:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali setiap kali hendak mengerjakan shalat.”
Permasalahan disunnahkannya bersiwak ketika hendak shalat dan berwudhu ini diriwayatkan dari sejumlah shahabat. Di antaranya Abu Hurairah, Zaid bin Khalid, ‘Ali bin Abi Thalib, Al-’Abbas bin Abdil Muththalib, Ibnu ‘Umar, Abdullah bin Hanzhalah, dan selain mereka radhiyallahu 'anhum ajma’in. (Sunan At-Tirmidzi, kitab Ath-Thaharah, bab Maa Ja’a fis Siwak)
Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullahu berkata: “Rahasia dianjurkannya kita bersiwak saat hendak shalat adalah kita diperintahkan dalam setiap keadaan taqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk berada dalam kesempurnaan dan kebersihan, dalam rangka menampakkan kemuliaan ibadah.”
Ada pula yang berpendapat bahwa perkaranya berkaitan dengan malaikat. Karena malaikat akan terganggu dengan aroma tidak sedap yang keluar dari mulut seseorang. (Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)

2. Ketika masuk rumah
Syuraih bin Hani` pernah bertanya kepada ‘Aisyah radhiyallahu 'anha:

بِأَيِّ شَيْءٍ كَانَ يَبْدَأُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ؟ قَالَتْ: بِالسِّوَاكِ

“Apa yang mulai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan apabila beliau masuk rumah?” Aisyah menjawab: ‘Beliau mulai dengan bersiwak’.” (HR. Muslim no. 589)

3. Saat bangun tidur di waktu malam
Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bangun di waktu malam beliau menggosok mulutnya dengan siwak.” (HR. Al-Bukhari no. 245, 889, 1136 dan Muslim no. 592, 594)
Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma mengabarkan:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَنَامُ إِلاَّ وَالسِّوَاكُ عِنْدَهُ، فَإِذَا اسْتَيْقَظَ بَدَأَ بِالسِّوَاكِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tidur melainkan siwak berada di sisi beliau. Bila terbangun dari tidur, beliau mulai dengan bersiwak.” (HR. Ahmad 2/117, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih 1/503)
Alasan disenanginya bersiwak pada saat seperti ini, kata Al-Imam Ibnu Daqiqil ‘Ied rahimahullahu, adalah karena tidur menyebabkan berubahnya bau mulut. Sedangkan siwak merupakan alat untuk membersihkan mulut. Sehingga disunnahkan bersiwak tatkala terjadi perubahan bau mulut. (Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)
Dalam hal ini sama saja, baik bangunnya untuk mengerjakan shalat atau tidak. ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengabarkan:

قُمْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَدَأَ فَاسْتَاكَ ثُمَّ تَوَضَّأَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي وَقُمْتُ مَعَهُ...

“Aku pernah bangkit bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau mulai bersiwak. Setelah itu beliau berwudhu. Kemudian beliau bangkit untuk mengerjakan shalat dan aku pun bangkit bersama beliau…” (HR. Ahmad 6/24, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih 1/503,504)

4. Ketika hendak membaca Al-Qur`an
Dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

السِّوَاكُ مَطَهَّرَةٌ لِلْفَمِ، مَرْضَاةٌ لِلرَّبِ

“Siwak itu membersihkan mulut, diridhai oleh Ar-Rabb.” (HR. Ahmad 6/47,62, 124, 238, An-Nasa`i no. 5 dan selainnya. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkannya dalam Shahih-nya secara mu‘allaq. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan An-Nasa`i, Al-Misykat no. 381, Irwa`ul Ghalil no. 65)
Sementara membaca Al-Qur`an tentunya menggunakan mulut.

5. Saat bau mulut berubah
Perubahan bau mulut bisa terjadi karena beberapa hal. Di antaranya: karena tidak makan dan minum, karena memakan makanan yang memiliki aroma menusuk/tidak sedap, diam yang lama/tidak membuka mulut untuk berbicara, banyak berbicara dan bisa juga karena lapar yang sangat, demikian pula bangun dari tidur. (Al-Hawil Kabir 1/85, Al-Minhaj, 1/135)

Bersungguh-sungguh dalam Bersiwak
Ketika seseorang bersiwak, hendaklah ia melakukannya dengan sungguh-sungguh, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa Al-Asy‘ari radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ. قَالَ: وَطَرَفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ: أُعْ، أُعْ. وَالسِّوَاكُ فِي فِيْهِ كَأَنَّهُ بَتَهَوَّعُ

“Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika itu beliau sedang bersiwak dengan siwak basah. Ujung siwak itu di atas lidah beliau dan beliau mengatakan “o’, o’3" sedangkan siwak di dalam mulut beliau, seakan-akan beliau hendak muntah.” (HR. Al-Bukhari no. 244 dan Muslim no. 591)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam bersiwak, sampai-sampai hendak muntah karenanya. Selain itu, menunjukkan disenanginya bersiwak menggunakan siwak yang basah sebagaimana dalam hadits Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu 'anha yang telah lewat tentang bersiwaknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelang wafatnya. Di samping itu, hadits ini menunjukkan bahwa selain digunakan untuk membersihkan gigi, siwak dapat pula digunakan untuk membersihkan lidah. (Fathul Bari 1/463, Ihkamul Ahkam, kitab Ath-Thaharah, bab As-Siwak)

Cara Bersiwak
Kata Al-Imam Al-Mawardi rahimahullahu, disenangi menggunakan siwak secara melintang ketika menggosok permukaan gigi dan bagian dalamnya. Dan siwak dijalankan di atas ujung-ujung gigi dan pangkal gigi geraham agar semuanya bersih dari kotoran warna kuning dan perubahan bau yang ada. Dijalankan pula di atas langit-langit dengan perlahan untuk menghilangkan bau yang ada. (Al-Hawil Kabir, 1/85)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan tentang permasalahan cara menggunakan siwak, apakah memanjang atau melintang: “Memungkinkan untuk dikatakan: cara penggunaannya kembali kepada apa yang dituntut oleh keadaan. Apabila keadaan menuntut untuk bersiwak dengan memanjang, maka dilakukan dengan memanjang. Apabila keadaan menuntut untuk bersiwak dengan melintang, maka dilakukan dengan melintang. Karena tidak adanya sunnah yang jelas dalam hal ini.” (Asy-Syarhul Mumti’, 1/105)

Bersiwak dengan Tangan Kanan atau Tangan Kiri?
Manakah yang lebih utama bersiwak dengan menggunakan tangan kanan atau tangan kiri?
Zainuddin Abul Fadhl Abdurrahim bin Al-Husain Al-‘Iraqi rahimahullahu berkata: “Sebagian orang belakangan dari kalangan Hanabilah yang pernah aku lihat menyebutkan bahwa ia bersiwak dengan tangan kanannya. Karena terdapat dalam sebagian jalan hadits ‘Aisyah radhiyallahu 'anha yang masyhur bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya, mengenakan sandal, bersuci, dan bersiwak.4
Saya sendiri pernah mendengar dari sebagian guru kami dari kalangan Syafi’iyyah bahwa perkaranya dibangun di atas permasalahan apakah siwak itu termasuk bab tath-hir (pensucian) dan tathyib (mewangi-wangikan), atau termasuk bab menghilangkan kotoran? Bila kita menganggapnya termasuk bab tath-hir dan tathyib maka disenangi menggunakan siwak dengan tangan kanan. Namun bila kita menganggapnya termasuk bab menghilangkan kotoran, maka disenangi menggunakannya dengan tangan kiri. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu 'anha yang menyatakan bahwa tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kanan beliau gunakan untuk bersuci dan untuk makan, sedangkan tangan kiri beliau gunakan untuk cebok dan untuk perkara yang bersentuhan dengan kotoran. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang shahih.5 Abu Dawud meriwayatkan pula dari hadits Hafshah bintu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma:

كَانَ يَجْعَلُ يَمِيْنَهُ لِطَعَامِهِ وَشَرَابِهِ وَثِيَابِهِ، وَيَجْعَلُ شِمَالَهُ لِمَا سِوَى ذلِكَ

“Beliau menggunakan tangan kanan beliau untuk makannya, minumnya dan berpakaiannya. Sedangkan tangan kiri beliau gunakan untuk selain itu.”6
Namun sebenarnya dalil yang dijadikan sandaran oleh kalangan Hanabilah tersebut7 tidaklah mendukung pendapatnya (yaitu bersiwak menggunakan tangan kanan). Karena yang dimaukan dengan hadits tersebut adalah memulai bagian/belahan kanan dalam bersisir, memulai kaki kanan dalam memakai sandal, memulai dengan anggota kanan dalam bersuci/wudhu, memulai dengan sisi yang kanan dari mulut dalam bersiwak sebagaimana telah lewat. Adapun bila dinyatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan tangan kanannya untuk melakukan hal itu, maka hal ini butuh penukilan (riwayat). Yang dzahir, bersiwak termasuk bab menghilangkan kotoran sebagaimana menghilangkan ingus dan semisalnya, maka dilakukan dengan tangan kiri.
Abul ‘Abbas Al-Qurthubi dari kalangan Malikiyyah secara jelas menyatakan pendapat ini. Beliau berkata dalam Al-Mufhim menghikayatkan dari Al-Imam Malik: “Tidak boleh bersiwak dalam masjid karena bersiwak termasuk menghilangkan kotoran. Wallahu a‘lam.” (Tharhut Tatsrib 1/233)
Namun larangan bersiwak dalam masjid ini tidak ada dalilnya, sehingga boleh dilakukan di dalam maupun di luar masjid bila memang diperlukan, berdasarkan keumuman hadits:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ

“Seandainya aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali setiap kali hendak mengerjakan shalat.”
Namun, sepantasnya seseorang tidak berlebih-lebihan dalam melakukannya, hingga sampai pada tingkat hendak muntah padahal berada di masjid. Karena khawatir dia akan muntah atau mengeluarkan darah sehingga mengotori masjid. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal Ifta`, no. 2432, 5/128)
Ibnu Qudamah rahimahullahu menyatakan disenanginya tayammun (mendahulukan bagian yang kanan) dalam bersiwak dan disenangi mencuci siwak dengan air untuk menghilangkan kotoran yang mungkin menempel padanya. Sebagaimana ‘Aisyah radhiyallahu 'anha mengabarkan:

كَانَ نَبْيُّ اللهِ صَلىَّ اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَاكُ فَيُعْطِيْنِي السِّوَاكَ لأَغْسِلَهُ، فَأَبْدَأُ بِهِ فَأَسْتاَكُ ثُمَّ أَغْسِلُهُ، ثُمَّ أَدْفَعُهُ إِلَيْهِ

“Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersiwak, lalu memberiku siwak tersebut untuk kucuci. Lalu aku menggunakannya untuk bersiwak, kemudian mencucinya, setelahnya menyerahkannya kepada beliau8.” (HR. Abu Dawud no. 52). (Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Al-Istiyak ‘alal Asnan wal Lisan)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Ulama berbeda pendapat, apakah bersiwak dilakukan dengan tangan kanan atau tangan kiri. Sebagian mereka mengatakan: dengan tangan kanan, karena siwak itu sunnah. Sementara sunnah merupakan ketaatan dan amalan qurbah (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dengan demikian bersiwak tidak dilakukan dengan tangan kiri, karena tangan kiri itu digunakan untuk menghilangkan kotoran, berdasarkan kaidah bahwa tangan kiri digunakan untuk kotoran sedangkan tangan kanan untuk yang selainnya. Apabila siwak ini dianggap ibadah maka asalnya dilakukan dengan tangan kanan.
Ulama yang lain mengatakan: ‘Bersiwak menggunakan tangan kiri lebih utama.’ Ini pendapat yang masyhur dalam madzhab ini (Hanabilah). Karena siwak itu untuk menghilangkan kotoran, sedangkan menghilangkan kotoran dilakukan dengan tangan kiri seperti halnya istinja` (cebok) dan istijmar (bersuci dengan menggunakan batu).
Sebagian Malikiyyah berkata: “Dalam hal ini dirinci. Bila ia bersiwak untuk mensucikan mulut sebagaimana bila ia bangun dari tidurnya atau menghilangkan makanan yang tersisa maka dia bersiwak dengan tangan kiri, karena berkaitan dengan menghilangkan kotoran. Bila ia bersiwak untuk memperoleh amalan sunnah maka dilakukan dengan tangan kanan, karena ia bersiwak dengan tujuan untuk melakukan qurbah (mendekatkan diri pada Allah), sebagaimana bila ia baru saja berwudhu dan ia bersiwak ketika wudhu, kemudian ia hendak mengerjakan shalat. Maka ia bersiwak untuk memperoleh pahala amalan sunnah.
(Namun yang benar, pent.) perkaranya lapang dan tidak dibatasi, karena tidak adanya nash yang jelas yang menetapkannya.” (Asy-Syarhul Mumti’, 1/105)

Boleh Bersiwak saat Berpuasa
Dalam hal ini ada hadits dari ‘Amir bin Rabi’ah radhiyallahu ‘anhu:

رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لاَ أُحْصِي يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa kali yang tidak bisa aku hitung, beliau bersiwak dalam keadaan beliau puasa.”
Namun hadits yang diriwayatkan oleh Ar-Tirmidzi, Abu Dawud dan lain-lainnya ini dha’if/lemah, karena adanya perawi yang lemah sebagaimana dijelaskan dalam Irwa`ul Ghalil (hadits no. 68). Karena dha’if, berarti hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai sandaran/hujjah.
Sehingga permasalahan bolehnya bersiwak ketika sedang puasa, kembali kepada dalil-dalil yang umum. Seperti hadits yang berisi anjuran untuk bersiwak ketika hendak shalat dan saat berwudhu.
Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullahu menyatakan: “Al-Imam Asy-Syafi’i berpandangan bahwa tidak mengapa bagi orang yang berpuasa untuk bersiwak pada awal dan akhir siang. Sementara Al-Imam Ahmad dan Ishaq memakruhkannya bila dilakukan di akhir siang.” (Sunan At-Tirmidzi, kitab Ash-Shaum, bab Ma Ja’a fis Siwak lish-Sha`im)
Di antara yang berpendapat disunnahkannya bersiwak secara mutlak, saat puasa ataupun tidak, adalah Abu Hanifah dan Malik. Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah. Dan pendapat ini yang penulis rajihkan. Al-Imam Asy-Syaukani berkata: “Yang benar adalah disunnahkan siwak bagi orang yang puasa, baik di awal siang ataupun di akhirnya. Ini merupakan madzhab jumhur.” (Nailul Authar, 1/159)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Isyarat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَالرَّسُوْلَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا

“Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka mereka itu bersama orang-orang yang Allah berikan kenikmatan kepada mereka dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka itu adalah sebaik-baik teman.” (An-Nisa`: 69)
2 Hadits di atas menunjukkan beberapa hal:
- Disenanginya menggunakan siwak yang basah
- Sebelum digunakan sebaiknya siwak diperbaiki/dibaguskan terlebih dahulu
- Boleh menggunakan siwak milik orang lain setelah dibersihkan
- Boleh bersiwak di hadapan orang lain, yakni bersiwak bukan perkara yang harus dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Seorang pemimpin/tokoh tidaklah tercela bila melakukannya di hadapan orang yang dipimpinnya/bawahannya sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai seorang rasul/imam dan pimpinan umat melakukannya di hadapan ‘Abdurrahman bin Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhuma (Ihkamul Ahkam, kitab Thaharah, bab As-Siwak, Fathul Bari 1/464 )
3 Yakni mengeluarkan suara seperti orang yang hendak muntah, karena bersungguh-sungguhnya beliau bersiwak. (Fathul Bari, 1/463)
4 Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, namun tanpa penyebutan bersiwak, tambahan ini ada dalam riwayat Abu Dawud, no. 4140
5 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Misykatul Mashabih, 1/348
6 Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘ Ash-Shaghir, 2/4912
7Yaitu hadits yang menyatakan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyenangi mendahulukan yang kanan ketika menyisir rambutnya, mengenakan sandal, bersucinya, dan bersiwaknya.
8 Dalam ‘Aunul Ma‘bud Syarah Abi Dawud disebutkan: “Setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan siwak untuk membersihkan mulutnya, beliau menyerahkan kepada ‘Aisyah untuk dihilangkan kotoran yang mungkin menempel pada siwak tersebut agar tabiat itu tidak merasa jijik untuk menggunakannya pada kali yang lain. ‘Aisyah pun menyatakan: “Aku mencucinya”, yakni mencuci siwak tersebut untuk mengharumkan dan membersihkannya. “Aku menggunakannya”, kata ‘Aisyah, yakni memakai siwak tersebut pada mulutku sebelum dicuci agar mendapatkan barakah mulut Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam”. (Kitab Ath-Thaharah, bab Ghaslus Siwak)




Silahkan mengcopy dan memperbanyak artikel ini
dengan mencantumkan sumbernya yaitu : www.asysyariah.com
LOKASI HOTSPOT DI BATAM
11:44 PM | Author: buldanich
Café/Food Court
===============
- Cafe CoolJuz! (BCS Mall Lantai 3)
- Gadeno Coffe (Nagoya Hill) (Password = gadeno3j)
- Cafe Godiva (BCS, Nagoya Hill, Mega Mall) (Password = BESTGODIVA)
- Cafe Olala (Ferry Batam Center)
- Excelso Cafe (Mega Mall)
- Fontain Ice Cream (Nagoya Hill)
- ICBIC Cafe (DC Mall)
- Kaje Cafe (Duta Mas)
- Mok’s Toast Cafe (Nagoya)
- Starnet Cafe
- Van Hollano Cafe (Nagoya)
- Yellow River Resto (BCS)

Mall dan Plasa
============
- BCS Mall
- Matahari Mega Mall, Nagoya Hill
- Plasa Top 100 Penuin (Password = TOP100PENUIN)

Taman/Fasum/Public Area
=======================
- Pelataran Engku Putri (Pemko Batam) (non-secure)
- Taman Internet Tiban Center Sekupang (non_secure)
- Masjid Raya Batam Centre
- Taman Ocarina

Kampus
=======
IbnuSina (Telkom Prepaid)
- UIB
- Politeknik Batam
- Putra Batam

Hotel
=====
Rata2 smua hotel seh udh tp.... kyknya hotel yang berkelas ajah yg baru ada....

tmen2, klo da tambahan lg tlg d tambahin yah, mudah2an info ini dapat berguna buat kta smua.....

From http://abiedoank.blogspot.com